Sabtu, 23 November 2019

Kriteria Memilih Guru

Kami Nasehatkan Untuk Belajar Kepada Seorang Guru, Memiliki Kriteria-kriteria Sebagai Berikut:
  • Aqidahnya Salaf (bukan diatas Aqidah Murjiah atau khawarij, bukan pula Aqidah AsyAriyah atau Maturidiyah), dan bukan pula diatas Aqidah yang telah menyempal dari Aqidah Ahlussunnah (Salafus Sholih). 
Sesungguhnya perkara Aqidah adalah harga mati bagi seorang penuntut ilmu yang bermanhaj salaf, seorang yang belajar kepada guru yang menyimpang dari Aqidah Salaf adalah sebuah kehancuran & kebinasaan baginya, sebab Aqidah adalah jalan keselamatan di dunia dan akhirat.
  • Manhajnya Salaf (Yaitu manhaj yang dibangun diatas Qur'an & Sunnah) bukan manhaj yang dibangun diatas Loyalitas Sempit seperti ta'ashshub terhadap organisasi atau jama'ah tertentu atau mazhab tertentu atau Alim tertentu, lalu membangun loyalitas diatas hal itu, siapa yang mendukungnya maka akan menjadi kawan dan siapa yang memusuhinya akan menjadi lawan. 
Termasuk bukan manhaj salaf mencampur adukkan antara manhaj salaf dengan manhaj hizbiyyah dlm dakwah, dan tidak adanya ميزة (ciri khas) yang membedakan antara Ahlussunnah dan Ahlul Bid'ah wal hizbiyyah, seperti sikap bergampangan dlm kesalahan & penyimpangan dalam agama. 🔥 

Termasuk di dalam hal ini adalah mendukung & membenarkan para demonstran di bumi nusantara ini dengan 1000 alasan yang sangat lemah. Perkara ini merupakan sumber kerusakan yang terjadi di negeri ini, namun yang sangat disayangkan adalah banyak saudara² kita, bahkan Para Da'i-Da'i yang terjatuh ke dlm ketergelinciran ini, dan yang paling menggelikan lagi adalah mereka para Da'i yang berjubah salafy yang mendukung perkara ini, yang demikian ini karena rusaknya Ushul pokok dalam Aqidah yaitu السمعوالطاعة [mendengarkan dan taat kepada penguasa yang sah]. Yang demikian itu sangat tampak lemahnya Ta'shil ilmi walaupun kadang seseorang itu hebat dalam retorika dlm dakwah 

Ingat! Rusaknya Manhaj seseorang itu akan merusak dia dalam menempuh jalan agama.  
Berkata Imam Ahmad Rahimahulloh,
 إيَّاكَإيّاكأنْتتكلمَفيمسألةٍليسَلكَفيهاإمامٌ 
🍃 Hati-hati Kalian berbicara dalam permasalahan agama, yang kalian tidak punya imam dalam hal itu.  
(Sumber : Siyar A'lam Nubala 11/296)

Khususnya dizaman kita ini, amat banyak guru dan tulisan yang bisa anda lihat & bisa anda dengarkan melalui youtube dll. Maka jika anda tidak selektif dlm perkara ini, bisa saja anda tergelincir ke dalam lobang yang menganga lebar. 
  • Nampak ketulusannya (keikhlasannya) dalam dakwah 
Bukan untuk mencari materi dunia, bukan pula pujian manusia dan tdk pula senang untuk terkenal, baik di dunia nyata maupun dunia maya. 

Adapun di masa dahulu para ulama itu senang untuk tidak dikenal kelebihannya, berbeda kebanyakan manusia dizaman ini, mereka senang untuk tampil dan dikenal kebaikannya dan amalannya, Ini adalah penyakit kronis yang parah, bisa merusak agama seorang muslim, yang tdk ada selamat darinya kecuali siapa yang dijaga oleh Allah.  

Imam Asy Syatibi Rahimahulloh berkata, 
Akhir perkara yang keluar dari hati orang-orang sholeh adalah cinta kekuasaan, dan senang untuk tampil (terkenal).  
(Sumber : Al-I'tishom)

Senang untuk tampil & terkenal di dunia maya dan nyata, termasuk syahwat khofiyyah {Syahwat yang tersembunyi} sebagaimana dlm hadits, Nabi Shallallahu Alaihi Wa sallam bersabda : yang paling aku takutkan menimpa kalian adalah syirik dan syahwat Khofiyyah (di Sohihkan oleh Asy Syaikh Albani dalam Ash Shohihah no. 508)
 
Ibnul Atsir rahimahulloh berkata,
Syahwat Khofiyyah adalah seseorang senang amalannya dilihat /didengarkan oleh manusia.
(Sumber: An Nihayah Fii Ghoribil Hadits 2/516)
  • Menginginkan kebaikan terhadap dakwah dan ummat islam.
Bukan justru kerusakan yang lebih tampak daripada ishlah (perbaikan) ditengah umat.
 
Diantara bentuk perbaikan yg sangat besar di tengah umat ini adalah ketika disebarkannya dakwah tauhid dan Aqidah Salaf yang masih murni diatas Qur'an & Sunnah, walaupun kadang pemikulnya jatuh dalam sebuah kesalahan selama tdk mencacati manhaj & Aqidahnya, dan tdk terlalu banyak (bergampangan) melakukan kesalahan dlm perkara furu' dlm agama, maka asalnya tetap bisa diambil ilmunya.
  • Mengerti Ushul dan Qawaaid Syari'at
Bukan hanya mengerti bahasa arab tapi jahil terhadap pondasi ilmu seperti Ushul & Qawaaid syar'i.

Sebab tidak mengerti akan hal ini adalah kerusakan dalam dakwah dan kekurangan yang kadang membuat cacat dalam dakwah.

Oleh karena itu, seorang Da'i sepantasnya belajar Bahasa Arob (Nahwu-Shorof), Mushtholah Hadits, Ushul Tafsir, Ushul Fiqih dan Qawaaid, agar supaya setiap cabang permasalahan yang di hadapinya, dia bisa menimbangnya dgn Ushul pokok ilmu² ini & Qawa'id Syar'i. Inilah sebenarnya ilmu yang Rooshikh (mendalam). ADAPUN hanya copy paste, atau hanya menukil kalam fulan wa allan, atau berbicara panjang kali lebar dalam cabang permasalahan, lalu tidak mengerti Ushul Wal Qawa'id, maka ini adalah kekurangan dalam ilmu dan tidak menunjukkan dirinya sebagai penuntut ilmu yang mutamakkin (yg kokoh), oleh karena itulah setiap permasalahan yang terjadi dlm agama ini wajib di kembalikan kepada orang yang paling berilmu yaitu para ulama, agar supaya mereka menimbangnya dgn timbangan syar'i.

Seseorang itu kadang banyak hafalannya dan fasih lisannya dan mantap retorikanya namun dia tidak Faqih. Karena ilmu itu bukanlah di nilai dengan banyaknya kalam dan hapalan, namun isi dari ucapan dan kalimatnya itu, apakah dibangun diatas Qur'an & Sunnah atau tdk. Kadang seseorang yang sedikit kalamnya, sedikit kalimatnya, Namun dia lebih Faqih daripada orang yang banyak kalamnya dan panjang tulisannya, maka ilmu ini bukanlah diukur dengan banyaknya hapalan dan banyaknya tulisan, bukan pula di ukur dengan banyaknya riwayat dan kitab, namun ilmu ini di ukur dgn dalil Qur'an & Sunnah dan benarnya cara berdalil.
  • Pernah belajar (mondok) kepada guru atau syaikh yang terpercaya keilmuannya.
Sehingga diapun dikenal dengan guru²nya yang dia pernah mengambil dasar agama kepadanya, hampir tidak pernah anda jumpai ada seorang 'Alim dizaman dahulu sampai saat ini kecuali dia memiliki guru yang dia tallaqi (mengambil langsung) kepadanya.

Bukan Ustadz Karbitan, bukan pula Ustadz yang belajar sendiri (otodidak) dan tidak punya guru / tempat dia menanam pondasi ilmunya, sebab jika tidak demikian, maka akan nampak kelemahan dalam pondasi ilmunya, khususnya ketika banyaknya terjadi fitnah demi fitnah dan permasalahan yang terjadi dlm medan dakwah.
  • Bukanlah syarat dalam mengambil ilmu dari seorang guru itu harus punya titel prof, Dr, Lc, SAg, Ma atau yang semisalnya sebab ilmu itu tidaklah di ukur dengan titel seseorang, sebab ilmu itu di ukur dengan:
ما قال الله، وقال الرسول على فهم السلف
Ilmu itu adalah firman Allah, sabda Rasulullah, sesuai dengan pemahaman para salaf (generasi terbaik umat islam), meskipun yang mengucapkan kebenaran itu hanya satu orang atau orang yang tidak dikenal, sebab kebenaran itu disisi seorang muslim bagaikan barang hilang yang langka (amat berharga baginya) yang mereka cari dimanapun berada.

Berkata Imam Ibnu Sirin Rahimahullohu Ta'ala,
 

 إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم
Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka perhatikanlah dimana kamu mengambil agamamu.

🖍 Ustadz Ahmad Abu Farhan Hafizhahulloh.
(Pembina Ponpes Darul Hijroh Pinrang)